Jumat, 08 November 2013

SISI LAIN SEPUTAR PENETAPAN UPAH MINIMUM



SISI LAIN SEPUTAR PENETAPAN UPAH MINIMUM

Beberapa hari terakhir Masyarakat Indonesia di-sibukan dengan berita seputar upah minimum, baik berupa aksi elemen buruh/pekerja sampai pernyataan sikap dari berbagai pemerintah daerah. Tidak ketinggalan berbagai ulasan termasuk kalangan akademisi yang berusaha mencermati dan mengamati sampai pada root-cause masalah tahunan ini muncul dan saya mencoba menyajikan sisi lain yang mungkin dapat digunakan sebagai kontemplasi bagi pemerintah, pengusaha, maupun buruh/pekerja serta seluruh pihak yang terkait.

Dari sudut pandang pemerintahan misalnya di Jawa Timur, saya mencermati ungkapan yang di-sampaikan oleh Saudara Hadi Subhan (Wakil Ketua dewan pengupahan Propinsi Jatim), bahwa baru kali ini ada Gubernur yang tidak melaksanakan perintah (baca : instruksi) dari Presiden. Selanjutnya di-sampaikan bahwa hal tersebut karena Inpres di-pandang bertentangan dengan UU No 13 Tahun 2003, karena di-sana istilah yang digunakan adalah UMP atau UMK. Selanjutnya di-kuatkan oleh komentar dari yang terhormat Bapak Wagub Jawa Timur yang menyampaikan juga bahwa Gubernur menolak penerapan Inpres tentang UMP karena memang bertentangan dengan UU No 13 Tahun 2003.

Dari sisi lain, baik sebagai orang yang berlatar pendidikan hukum maupun sebagai praktisi di bidang ketenagakerjaan, saya merasa aneh dengan pendapat Gubernur berikut jajarannya yang menyatakan menolak menerapkan Inpres karena dipandang melanggar UU No 13 Tahun 2003. Coba simak istilah “atau” digunakan sebagai suatu pilihan atau alternative, bukan kumulatif, artinya penolakan atau halusnya tidak menerapkan Inpres tersebut, semata-mata bukan karena Inpres tersebut melanggar UU No 13 Tahun 2003, karena Presiden menggunakan UMP dan hal tersebut juga masuk dalam kategori pilihan atau optional, harusnya pergunakanlah bahasa yang lebih membawa masyarakat kepada kepatuhan, misalnya tidak menerapkan Inpres tersebut, karena Inpres mengatur tentang UMP, sedangkan Jawa Timur menerapkan UMK, bukan alasan Inpres melanggar peraturan yang lebih tinggi, karena sampai tulisan ini saya buat, tidak ada judicial review  yang menyatakan  Inpres tersebut bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Dari sudut pandang elemen buruh/pekerja, saya mencermati makna mengungkapkan pendapat di-muka umum atau unjuk rasa atau yang dikenal dengan demonstrasi yang memang merupakan hak asasi, termasuk hak asasi elemen buruh/pekerja sebagai warga negara. Yang patut di-garis bawahi, bahwa makna yang terkandung pada istilah demonstrasi sebagaimana di-atur dalam UU No 9 Tahun 1998 adalah dalam konteks penyampaian pendapat di-muka umum, bukan untuk “menekan” pihak lain, dalam hal ini pemerintah, agar kepentingan atau kemauan elemen buruh/pekerja di-kabulkan. Penggunaan istilah “mogok” nasional merupakan istilah yang sangat menyesatkan. Tidak ada di-atur istilah mogok nasional, karena istilah mogok hanya dikenal dalam UU No 13 Tahun 2003 sebagai akibat gagalnya perundingan antara pengusaha dengan buruh/pekerja atau serikat buruh/serikat pekerja di-perusahaan tersebut, jadi memang ada unsur menekan agar kepentingan buruh/pekerja dapat diterima pengusaha, dan itu di-ijinkan sebagai hak buruh/pekerja, tetapi sekali lagi hal dan istilah mogok tersebut hanya digunakan secara internal perusahaan. Yang dilakukan akhir-akhir ini dari elemen buruh/pekerja, merupakan demonstrasi dan bukanlah mogok, sehingga unsur “penekanan” agar keinginan atau halusnya aspirasi tersebut tidaklah tepat salurannya.

Pemerintah dan aparat keamanan dalam pelaksanaan demonstrasi elemen buruh/pekerja harus menjamin kelancaran, keamanan maupun keselamatan dari peserta demonstrasi, tetapi juga harus tegas apabila demonstrasi sudah melanggar peraturan perundang-undangan, misalnya sudah melanggar hak dan kebebasan orang lain untuk hidup aman, tertib, dan damai. Bila terjadi, maka UU No 9 Tahun 1998 menyatakan demonstrasi dapat di-bubarkan. Sayang sekali kejadian sweeping yang memaksa buruh/pekerja yang bekerja agar ikut demonstrasi tidak di-ambil langkah tegas, minimal aksi “oknum” elemen buruh/pekerja yang melakukan sweeping dapat  di-ambil tindakan sebagaimana seharusnya. Saya menggunakan istilah “oknum” karena yakin sebagian besar peserta demonstrasi melakukan aksinya dengan damai tanpa mengganggu pihak lain.

Dari sudut pandang pengusaha saya menyampaikan pendapat bahwa sudah waktunya menata pengelolaan/management remunerasi  agar terkait langsung dengan ketrampilan, pendidikan, pelatihan, pengalaman maupun bobot pekerjaan atau tanggung jawab serta produktifitas buruh/pekerja. Istilah pay for performance, pay for position, serta pay for person tidak hanya dikenal sebagai teori semata, tetapi diwujudkan dalam kebijakan penggajian.

Sebagai praktisi di pengelolaan sumber daya manusia, saya melihat langsung tidak banyak perusahaan yang mempunyai standar kompetensi maupun standar kinerja, sehingga bagaimana mungkin membuat kebijakan pengupahan yang memberikan perbedaan pada buruh/pekerja yang memberikan kontribusi berbeda ? Berapa banyak perusahaan yang perhatian pada pelatihan untuk buruh/pekerja ? Bila tidak mempunyai training matrix serta training plan, bagaimana buruh/pekerja dapat meningkatkan kompetensi mereka ? Bagaimana mereka dapat dihargai lebih bila kemampuan mereka tidak teridentifikasi ?

Pertanyaan yang lain, berapa banyak perusahaan yang sudah mempunyai golongan upah ? Berapa banyak perusahaan yang sudah mempunyai struktur dan skala upah ? Bagaimana perusahaan dapat menjamin adanya keadilan atau kesetaraan dalam pemberian upah bagi buruh/pekerjanya sesuai dengan bobot pekerjaannya ?

Pekerjaan rumah terkait dengan pengelolaan/management  pengupahan secara integral tadi sebenarnya masih asing bagi kebanyakan perusahaan di Indonesia, dan saya sangat menyarankan hal ini tidak saja menjadi pekerjaan rumah bagi pengusaha, tetapi pemerintah juga harus mendorong dan memberi sarana agar perusahaan mampu menata pengelolaan terkait pengupahan agar dapat di-terapkan. Ini adalah langkah antisipatif strategis, tidak sekedar langkah reaktif tahunan saja. Rekan-rekan elemen buruh/pekerja-pun dapat berperan aktif dengan memperjuangkan kualitas buruh/pekerja, tidak sekedar “berkeringat” untuk demo, tetapi berkeringat meningkatkan kualitas dirinya.

Tanpa kualitas diri yang meningkat, mustahil produktifitas dapat di-tingkatkan !

Senin, 17 Desember 2012

STRUKTUR & SKALA UPAH

UPAH & GAJI

Tahapan setelah mengetahui berapa besar upah minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Guubernur di setiap propinsi, maka pekerjaan besar adalah menyusun upah sundulan bagi karyawan yang mempunyai gaji/upah yang sebelumnya sudah diatas UMK lama. Untuk menyusun upah sundulan, sudah saya bahas sebelumnya dan sudah juga saya bagikan template excel otomatis-nya. Tahapan yang sangat penting berikutnya diakhir tahun adalah, menyusun STRUKTUR & SKALA UPAH.

Struktur dan Skala Upah sudah diatur dalam peraturan pelaksanaan menteri tenaga kerja berupa Kepmenaker No 49 Tahun 2004, dan sekali lagi, sebagaimana tulisan saya sebelumnya, yang terpenting dalam Kepmen tersebut justru terletak pada lampirannya. Karena sangat sulit diketemukan lampiran tersebut di berbagai buku-2 ketenagakerjaan, maka di blog ini juga sudah saya berikan link untuk mendownload kepmen tsb.

Di Indonesia sendiri tidak dibedakan antara Upah dan Gaji, tetapi bila mengacu pada terminologi standard dalam compensation & benefit, maka terdapat perbedaan mendasar antara penggunaan istilah Upah & Gaji.

Gaji merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan imbalan dalam bentuk cash/money pada pekerja yang berstatus white collar, atau dalam bahasa ketenagakerjaan di Indonesia berstatus staff ke-atas. Ciri-2 staff ini diantaranya adalah mempunyai imbalan in cash yang melebihi atau diatas kebanyakan karyawan yg lain, turut serta dalam pengambilan keputusan pd level masing-2, serta mendapatkan fasilitas yg lebih dibanding karyawan kebanyakan.Ciri-2 lain penerima gaji adalah, gaji diperhitungkan dalam bentuk bulanan, serta tidak diperhitungkan dalam bentuk per-jam/hourly.

Naaaah, Upah diperuntukan bagi karyawan yang imbalannya diperhitungkan dengan per-jam/hourly. Upah diterima oleh golongan pekerja yg dikenal dengan blue collar atau bila di Indonesia dikenal dengan istilah buruh/pekerja. Penerima upah inilah yang ber-hak atas over time alias lembur.


STRUKTUR & SKALA UPAH/GAJI

Dalam workshop/pelatihan Penyusunan Struktur & Skala Upah/Gaji yang saya adakan di berbagai kota, mulai Batam, Jakarta, Sby, Denpasar, sampai Samarinda, ternyata jarang diketemukan peserta yang mampu menjawab dengan tepat perbedaan istilah Struktur dan Skala setelah membaca pengertian yang terdapat dalam Kepmenaker 49/2004.

Karena itu, saya akan berikan pemahaman basic kedua-nya, sekaligus akan memberikan pemahaman mendasar perbedaan 2 istilah tersebut.

Struktur Upah/Gaji adalah upah/gaji minimal sampai dengan upah/gaji maksimal yang terdapat dalam satu organisasi/perusahaan. Sedangkan yang disebut dengan Skala Upah/Gaji adalah upah minimal sampai dengan upah maksimal yang terdapat dalam 1 (satu) golongan jabatan atau golongan upah. Biasanya golongan jabatan atau golongan upah ini dikenal juga dengan istilah Job Grade atau Job Class.

Jadi persamaan Struktur Upah/Gaji dengan Skala Upah/Gaji terletak pada adanya Upah/Gaji minimal dan maksimal, sedangkan perbedaannya adalah bila Struktur berlaku untuk satu perusahaan, sedangkan Skala berlaku hanya untuk satu Job Grade/Job Class.


MANFAAT & FUNGSI STRUKTUR & SKALA UPAH/GAJI

Manfaat dan fungsi dari Struktur dan Skala Upah ada beberapa, diataranya :
  • Menjamin adanya Keadilan secara internal perusahaan, atau yang sering disebut dengan internal equity, dimana jabatan yang mempunyai bobot yang sama, harus mendapatkan imbalan yang setara juga. (untuk menentukan bobot jabatan, pergunakan job evaluation, nanti akan saya berikan software-nya juga di-sesi lanjutan job evaluation).
  • Menjamin adanya external competitiveness, dimana untuk setiap pekerjaan, seharusnya juga harus diperhatikan harga di market-nya, alias perusahaan harus memperhatikan berapa besar harga untuk jabatan atau pekerjaan tersebut di pasar yang dapat di-ikuti melalui berbagai survey external ataupun internal survey dengan beberapa metode. External competitiveness melindungi perusahaan akan kehilangan orang-2 yang penting dan potensial (key position & high potential person).
Dengan melakukan design Struktur dan Skala Upah/Gaji yang tepat, akan berimpact pada operasional sebuah perusahaan. Motivated employees akan didapatkan bila mereka mendapatkan imbalan yang sesuai dengan beban dn tanggung jawabnya. Motivated empoyees iniah yang dapat memberikan kinerja bagi organisasi.

SOFTWARE/OTOMATIC TEMPLATE. 

Silahkan download link berikut, berlaku sampai dengan 20 Desember 2012, bila ingin lebih dari tanggal tsb, silahkan email atau kontak yg ada di template tsb. :

http://www.ziddu.com/download/21134114/-BRYANSOFTWARE-Versi2.7versilimitasi20Desember2012.xls.html



Senin, 13 Agustus 2012

Software Excel "SALARY REVIEW" plus Upah Sundulan

Selamat pagi kawan, berjumpa kembali dengan tulisan yang coba akan saya sesuaikan dengan kondisi HR dan perusahaan di akhir tahun.

Tak dapat dipungkiri, bahwa agenda utama akhir tahun adalah bagaimana semua program kerja disusun dan kemudian pada setiap program kerja akan di alokasikan sejumlah dana yang disebut dengan budget atau anggaran agar program yang sudah disetujui mempunyai resource untuk dilakukan eksekusi.

HR-pun sebagai salah satu fungsi pokok dalam perusahaan menyiapkan aktifitas yang sama, yaitu mulai mengevaluasi pelaksanaan program terdahulu, sampai menyusun program kerja selanjutnya sekaligus mengusulkan anggaran yang dibutuhkan.

Salah satu hal penting yang harus dipersiapkan oleh HR adalah tentang SALARY REVIEW. Aktifitas ini sangat pentiing mengingat banyak faktor critical yang terkait didalamnya, yang keseluruhan aan menjamin tercapai tidaknya visi perusahaan.

Dalam salary review terkandung beberapa policy terkait dengan pengupahan (pay policy). Diantaranya yang penting adalah tentang upah/gaji sundulan, serta penghargaan perusahaan atas kontribusi karyawan yang diwujudkan dalam penilaian Performance Appraisal (PA).

Untuk itulah akan saya berikan link untuk mendownload software (aplikasi otomatis) penyusunan SALARY REVIEW yang sudah memperhatikan keadilan upah sundulan serta konstribusi karyawan melalui penentuan nilai PA.

Upah sundulan yang saya gunakan adalah dengan menggunakan formula (perumusan) dalam statistik, yaitu dengan memanfaatkan regresi linier. Semua dijalankan dengan otomatis melalui aplikasi tersebut.

Aplikasi otomatis tersebut akan habis masa berlakunya per-tanggal 16 Agustus 2012, untuk memperpanjang masa berlaku-nya, dipersilahkan menghubungi contact person, baik melalui email address maupun handphone yang otomatis muncul begitu sudah expired date.

Silahkan diunduh :

http://www.ziddu.com/download/20113427/Software_Upah_Sundulan_versi_5.4_share_._16_Aug_12.xls.html

Password : imanccp


Salam,
Iman N Bajuasijadji

Selasa, 07 Februari 2012

Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Bidang Assessment Pelatihan

Anda berprofesi sebagai HR ? Anda berprofesi sebagai Trainer ? Anda berprofesi di Dept. Training & Development ? Anda seorang Assessor Training ? Anda seorang pembelajar di bidang pelatihan dan pengembangan SDM ?

Bila semua jawabannya "YA", maka anda wajib memiliki Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Assessment Pelatihan..silahkan ambil file-nya secara gratis dengan   

Subscribe:
learning_sharing_forum-subscribe@yahoogroups.com

Semoga bermanfaat..

Kamis, 09 Juni 2011

JOB ANALYSIS

PEMAHAMAN :

Job Analysis atau yang sering di Indonesia disebut dengan analisa jabatan (seharusnya analisa pekerjaan) adalah sebuah proses studi yang sistematis tentang segala aspek dalam sebuah pekerjaan (jabatan), antara lain meliputi  tugas, tanggung jawab, kewenangan, resiko dalam menjalankan pekerjaan, hubungan atau relasi dalam menjalankan pekerjaan, serta kemampuan atau kualitas apa saja yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan pekerjaan tersebut.

Jabatan atau Posisi yang khusus menjalankan proses analisa pekerjaan dalam sebuah organisasi/perusahaan disebut dengan Job Analyst. Job Analyst harus mempunyai kemampuan untuk melakukan explorasi (penggalian) pekerjaan2 yang ada dalam perusahaan dengan berbagai metode yang dipilih dan sesuai dengan pencapaian tujuan proses job analisis.
 

METODE

Metode atau cara yang sering digunakan untuk mengeksplor pekerjaan diantara-nya adalah :
  • Interview
  • Kuesioner
  • Observasi
  • Work log
  • dan DACUUM

BEBERAPA MANFAAT JOB ANALYSIS BAGI MANAGEMENT





















TAHAPAN PELAKSANAAN JOB ANALYSIS :

  • Tentukan Tujuan dari Job Analysis
  • Tentukan apa yang akan dilakukan analisis
  • Kumpulkan informasi informasi yang dibutuhkan dalam berbagai dokumen, seperti struktur organisasi, Job Desc yang ada, proses (alur) kerja, dll.
  • Tentukan metode yang akan digunakan
  • Implementasi proses JA.
Di bawah ini adalah Alur Proses mulai Job Analysis sampai dengan Salary/Wage Structure & Scale



 

















Surabaya, 9 Juni 2011

Selasa, 23 November 2010

Job Evaluation part 2, Point System

Metode yang digunakan dalam Job Evaluation berikut merupakan Metode Analitis atau Kuantitatif, yang sering disebut dengan Point Ratings/Factors Assesment, dan untuk selanjutnya akan saya sebut dengan Point System (PS).

Metode PS sering digunakan oleh perusahaan perusahaan yang relatif maju management-nya karena  mengakomodir kebutuhan objectivitas dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan compensation atau remuneration policy. Dikatakan mengakomodir kebutuhan, karena system ini mampu memberikan value/nilai pada setiap jabatan/pekerjaan dalam organisasi dengan lebih obyektif, sesuai dengan beban setiap pekerjaan masing-masing, sehingga mengurangi perdebatan dalam penyusunan kebijakan tentang compensation.

Metode Point System ini berkembang pesat bahkan beberapa lembaga konsultan internasional seperti Hay, Mercer, Bipers, CRG telah mem-patentkan metode yang mereka kembangkan masing-masing dari Point System ini.

Berikut ini akan saya paparkan beberapa langkah dalam mengimplementasikan metode Point System ini, dengan harapan akan memudahkan dalam mempelajari dan mengimplementasikan berbagai metode job eva yang berasal dari pengembangan Point System :

1. Membentuk Team  Penilai Jabatan :
Team iini dibentuk oleh dewan direksi dan melaporkan hasil kerjanya pada dewan direksi.
Sebaiknya dalam pemilihan anggota team, jumlahnya dibuat ganjil, agar apabila tidak ada kata sepakat dalam perundingan, maka dapat diputuskan lewat voting. Seluruh anggota team harus diberikan pemahaman tentang Job Evaluation, termasuk salah satu tugas pokok-nya adalah dalam hal memilih compensable factors.

2. Pemilihan Compensable Factors
Langkah kedua ini sangat penting, yaitu memilih dan menyetujui Compensable Factors.
Apa itu Compensable Factors (CF's) ? CF's adalah faktor faktor yang nantinya akan mempengaruhi pemberian kompensasi. Mengapa bisa begitu, karena dari faktor faktor yang dipilih tersebut, maka value/nilai setiap jabatan akan didapatkan dan nantinya akan diperbandingkan dengan jabatan-jabatan yang lain dalam organisasi. Beberapa CF's yang sering digunakan diantaranya adalah :
- Pengetahuan dan Ketrampilan yang dipersyaratkan;
- Accountabilities, baik bersifat financial, material, jenis jabatan yang menjadi subordinate, dll
- Tingkat Kompleksitas Pekerjaan;
- Beban Fisik yang di-emban;
- Bahaya yang dihadapi pada lingkungan kerja
- dll.

3. Membuat Definisi dari Setiap Faktor yang di-Pilih
Defini dari setiap CF's harus dibuat dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami sehingga meminimalisasi kesalah pahaman dari para anggota team. Definisi yang sudah dibuat dan disetujui menjadi acuan bagi seluruh anggota team.
Contoh Definisi adalah sbb :
Tanggung Jawab (Accountabilities) :
adalah derajat pertanggung jawaban dari pemegang jabatan/pekerjaan atas pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan persyaratannya serta dengan mempertimbangkan munculnya resiko kerugian yang timbul akibat pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan prosedur-nya.

4. Menyusun Tingkatan atau Level pada Setiap CF's serta memberikan Definisi dan Point pada Tiap Level
Langkah selanjutnya adalah membuat tingkatan atau level pada setiap faktor sekaligus memberikan definisi serta point atau skor pada setiap levelnya.
Contoh sederhananya adalah sebagai berikut :
Faktor : TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL
1. Pendidikan Formal SLTA, mampu menggunakan nalar serta melakukan perhitungan matematika serta memecahkan masalah secara sederhana (10 point)
2. Diploma 3, mampu menemukan masalah secara tekhnis dengan baik, mampu secara mandiri menyelesaikan permasalahan tekhnis, dan mampu bekerja dalam team untuk menganalisis permasalahan serta ikut serta dalam penyelesaian masalah  (point 20)
3. Pendidikan Formal Strata 1, mampu memecahkan masalah dengan lebih kompleks, mampu menguasai emosi dengan baik serta mampu membuat keputusan untuk hal-hal yang sudah ditentukan dan memahami SOP dengan baik (35 point)
4. Pendidikan Formal Strata 2, mampu menganalisis sebab-sebab timbulnya masalah serta mampu membuat action plan untuk menyelesaikan masalah, mampu membuat kebijakan sesuai dengan peran yang dikendaki serta mampu menyusun sebuah standard kerja secara mandiri  (point 50) 
Setelah itu, akan diberikan bobot pada masing-masing faktor. Bobot masing-masing faktor akan berbeda berdasarkan derajat kepentingan (degree of significance) dari setiap faktor bagi setiap jabatan dalam organisasi. Total bobot harus-lah 100%.
Contoh :
Faktor                                                  Point Min               Bobot (%)
- Skill dan Pendidikan                             75                         20 
- Resiko Phisik                                       50                         10
- Tanggung Jawab                                  75                         25
- Pengalaman                                          75                         25
- Pembuatan Keputusan                          75                         20

5. Melaksanakan Analisis Jabatan       
Analisis Jabatan dilakukan dengan lebih terarah atau fokus karena jelas tujuan serta Compensable Factors apa saja yang sudah dipilih dan disetujui untuk dilakukan analisis.

6. Pelaksanaan Evaluasi Jabatan           
Seteleh semua informasi diperoleh, yaitu berupa kumpulan Job Desc dari setiap Jabatan serta berbagai informasi tentang kondisi nyata setiap faktor dalam setiap jabatan. Setelah itu, akan dilakukan evaluasi jabatan oleh semua anggota team dan diberikan nilai/point/skor pada setiap jabatan.

7. Penyusunan Job Grading dari hasil Penilaian Jabatan.
Setelah didapat skor pada setiap jabatan, maka langkah selanjutnya adalah membuat pengelompokan atau grading pada setiap jabatan.
Hal yang penting dalam langkah ini adalah menentukan berapa jumlah grade atau kelas, biasanya disebut dengan Job Grade atau Job Class. Penentuannya bisa memakai jumlah grade yang lama atau menyusun/menentukan jumlah grade yang baru. Dalam setiap Grade, maka jabatan jabatan yang mempunyai point (range point) yang sama akan mempunyai grade (golongan) yang sama pula.
Contoh :
Job Class            Point
1                         50   - 100
2                         101 - 151 
3                         152 - 202
4                         203 - 253
5                         254 - 304

Surabaya, 23 Nop 2010

Senin, 22 November 2010

METODE JOB EVALUATION - Bagian 1 (Metode Non Analitis/Kualitatif)

Kali ini akan dihahas tentang beberapa cara atau methode yang biasa digunakan dalam menjalankan Job Evaluation (Evaluasi Pekerjaan/Jabatan).

Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam menjalankan Evaluai Jabatan, yaitu secara analitis (kuantitatif) dan non analitis (kualitatif). Diperusahaan-perusahaan yang sistem compensation & benefitnya relatif sudah maju, biasa menggunakan metode analtis (kuantitatif).

Berikut adalah beberapa metode yang termasuk dalam non analitis atau kualitiatif :
  1. Berdasar Struktur Organisasi;
  2. Metode Forced Ranking;
  3. Metode Job Classification;
  4. Metode Factors Comparison.
Sedangkan Metode Analitis atau Kuantatif adalah metode Point System (Point-Factors rating).
 
1.  Berdasar Stuktur Organisasi/Hirarki
Tekhnik yang paling sederhana  untuk menetapkan Job Grading atas dasar value dari masing-masing job adalah dengan berdasarkan Hirarki atau Stuktur Organisasi dalam perusahaan. Sebagai contoh adalah apabila Presiden Direktur merupakan jabatan yang paling tiinggi dalam perusahaan, maka Jabatan Pres Dir digunakan sebagai peringkat tertinggi. Contoh seperti dibawah ini :

Peringkat                            Jabatan
1                                        Direksi (jajaran direktur)
2                                        Kepala Divisi
3                                        Kepala Departmen
4                                        Kepala Seksi
5                                        Kepala Regu
6                                        Pelaksana

Asumsi dalam penentuan bobot atau nilai jabatan dengan metode ini adalah posisi sebuah jabatan dalam struktur organisasi secara otomatis menentukan nilai (value) dari sebuah jabatan.

2. Metode Forced Ranking
Metode Forced Ranking dikenal juga dengan metode konsensus karena grade atau peringkat jabatan dalam organisasi dibuat berdasarkan konsesus.
Langkah langkah dalam membuat metode ini adalah sebagai berikut :
1. Manajemen membuat team kecil yang diketuai top mamajemen dengan anggota para senior manager dan difasilitasi oleh Manager SDM;
2. Bagian SDM akan menyiapkan daftar jabatan yang berisi seluruh jenis jabatan yang ada dalam organisasi, ditambah dengan keterangan singkat tentang aktifitas utama dari setiap jabatan atau juga dapat ditambahkan keterangan tentang jumlah pemegang jabatan; Daftar jabatan tersebut bersifat acak, artinya urutan dalam daftar tidak menunjukan grade atau peringkat jabatan;
3. Team kecil yang sudah dibuat menyepakati berapa jumlah grade atau peringkat jabatan dalam organisasi;
4. Team kecil berunding untuk menentukan jabatan-jabatan mana saja yang masuk dalam setiap grade atau peringkat jabatan yang sudah ditentukan sebelumnya;
Berikut adalah contohnya :

Daftar jabatan :
Direksi (menngeluarkan kebijakan dan memonitor kinerja perusahaan, terdiri dari 3 orang), Manager (mengelola organisasi sesuai dengan tingkatan tanggung jawabnya, 15 orang), Staf senior (tenaga ahli oiperasional, 80 orang), Supervisor (menjalankan tekhnis operasional dan sebagai mentor staf, 35 orang), Driver (bertanggung jawab pada operasional kendaraan perusahaan, 9 orang), staf (tenaga operasional dan administrasi, 120 orang), dll.

Job Grade                                   Jabatan
1                                                 Direksi
2                                                 Manager
3                                                 Supervisor dan Staf Senior
4                                                 Staf, Administrasi, dan Operator Telepon/Resepsionis
5                                                 Driver dan Security
6                                                 OB,  Cleaning Service, Helper.

3. Metode Job Clasification
Metode Job Clasification merupakan perbaikan dari metode metode Konsesus. Disebut perbaikkan atau lebih baik karena dalam metode Job Clasification sudah diberikan paparan pada jabatan (kriteria) yang akan diperingkatkan. Prosedur-nya secara singkat sebagai berikut :
1. Dibentuk team kecil sebagaimana metode forced ranking;
2. Bagian SDM akan memberikan daftar jabatan. Dalam daftar jabatan tersebut dilengkapi paparan yang berifat narasi pada setiap jabatan yang berisi diantaranya tentang tugas-tugas jabatan, tingkat kesulitan, maupun kualifikasi dari pemegang jabatan;
3. Team akan membuat peringkat/grade jabatan;
4. Team akan memasukkan jabatan-jabatan dalam daftar jabatan pada setiap peringkat/grade yang sesuai.

4. Factor Comparison
Langkah langkah-nya sbb :
1. Sebagaimana metode terdahulu, tetap dibuat team penentu grading;
2. Ditentukan faktor-faktor yang akan menjadi penentu nilai/value dari semua  jabatan. Contoh faktor-faktor tersebut misalnya : Resiko Pekrjaan, Pendidikan, Pengalaman, Tanggung Jawab.
3. Tentukan Jumlah Kelas Jabatan (Job Grade)
3. Disusun peringkat untuk setiap faktor, misal dari 1 (terendah) sampai 9 (tertinggi)
4. Team memberikan Nilai pada setiap jabatan untuk setiap faktor yang sudah ditentukan.
5. Kemudian pada setiap jabatan dijumlahkan angka yang diperoleh dari semua faktor
6. Masukan Jabatan-jabatan tersebut pada masing-masing kelas/grade sesuai dengan jumlah angka/point yang diperoleh.

Surabaya, 22 Nop 2010