Metode yang digunakan dalam Job Evaluation berikut merupakan Metode Analitis atau Kuantitatif, yang sering disebut dengan Point Ratings/Factors Assesment, dan untuk selanjutnya akan saya sebut dengan Point System (PS).
Metode PS sering digunakan oleh perusahaan perusahaan yang relatif maju management-nya karena mengakomodir kebutuhan objectivitas dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan compensation atau remuneration policy. Dikatakan mengakomodir kebutuhan, karena system ini mampu memberikan value/nilai pada setiap jabatan/pekerjaan dalam organisasi dengan lebih obyektif, sesuai dengan beban setiap pekerjaan masing-masing, sehingga mengurangi perdebatan dalam penyusunan kebijakan tentang compensation.
Metode Point System ini berkembang pesat bahkan beberapa lembaga konsultan internasional seperti Hay, Mercer, Bipers, CRG telah mem-patentkan metode yang mereka kembangkan masing-masing dari Point System ini.
Berikut ini akan saya paparkan beberapa langkah dalam mengimplementasikan metode Point System ini, dengan harapan akan memudahkan dalam mempelajari dan mengimplementasikan berbagai metode job eva yang berasal dari pengembangan Point System :
1. Membentuk Team Penilai Jabatan :
Team iini dibentuk oleh dewan direksi dan melaporkan hasil kerjanya pada dewan direksi.
Sebaiknya dalam pemilihan anggota team, jumlahnya dibuat ganjil, agar apabila tidak ada kata sepakat dalam perundingan, maka dapat diputuskan lewat voting. Seluruh anggota team harus diberikan pemahaman tentang Job Evaluation, termasuk salah satu tugas pokok-nya adalah dalam hal memilih compensable factors.
2. Pemilihan Compensable Factors
Langkah kedua ini sangat penting, yaitu memilih dan menyetujui Compensable Factors.
Apa itu Compensable Factors (CF's) ? CF's adalah faktor faktor yang nantinya akan mempengaruhi pemberian kompensasi. Mengapa bisa begitu, karena dari faktor faktor yang dipilih tersebut, maka value/nilai setiap jabatan akan didapatkan dan nantinya akan diperbandingkan dengan jabatan-jabatan yang lain dalam organisasi. Beberapa CF's yang sering digunakan diantaranya adalah :
- Pengetahuan dan Ketrampilan yang dipersyaratkan;
- Accountabilities, baik bersifat financial, material, jenis jabatan yang menjadi subordinate, dll
- Tingkat Kompleksitas Pekerjaan;
- Beban Fisik yang di-emban;
- Bahaya yang dihadapi pada lingkungan kerja
- dll.
3. Membuat Definisi dari Setiap Faktor yang di-Pilih
Defini dari setiap CF's harus dibuat dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami sehingga meminimalisasi kesalah pahaman dari para anggota team. Definisi yang sudah dibuat dan disetujui menjadi acuan bagi seluruh anggota team.
Contoh Definisi adalah sbb :
Tanggung Jawab (Accountabilities) :
adalah derajat pertanggung jawaban dari pemegang jabatan/pekerjaan atas pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan persyaratannya serta dengan mempertimbangkan munculnya resiko kerugian yang timbul akibat pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan prosedur-nya.
4. Menyusun Tingkatan atau Level pada Setiap CF's serta memberikan Definisi dan Point pada Tiap Level
Langkah selanjutnya adalah membuat tingkatan atau level pada setiap faktor sekaligus memberikan definisi serta point atau skor pada setiap levelnya.
Contoh sederhananya adalah sebagai berikut :
Faktor : TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL
1. Pendidikan Formal SLTA, mampu menggunakan nalar serta melakukan perhitungan matematika serta memecahkan masalah secara sederhana (10 point)
2. Diploma 3, mampu menemukan masalah secara tekhnis dengan baik, mampu secara mandiri menyelesaikan permasalahan tekhnis, dan mampu bekerja dalam team untuk menganalisis permasalahan serta ikut serta dalam penyelesaian masalah (point 20)
3. Pendidikan Formal Strata 1, mampu memecahkan masalah dengan lebih kompleks, mampu menguasai emosi dengan baik serta mampu membuat keputusan untuk hal-hal yang sudah ditentukan dan memahami SOP dengan baik (35 point)
4. Pendidikan Formal Strata 2, mampu menganalisis sebab-sebab timbulnya masalah serta mampu membuat action plan untuk menyelesaikan masalah, mampu membuat kebijakan sesuai dengan peran yang dikendaki serta mampu menyusun sebuah standard kerja secara mandiri (point 50)
Setelah itu, akan diberikan bobot pada masing-masing faktor. Bobot masing-masing faktor akan berbeda berdasarkan derajat kepentingan (degree of significance) dari setiap faktor bagi setiap jabatan dalam organisasi. Total bobot harus-lah 100%.
Contoh :
Faktor Point Min Bobot (%)
- Skill dan Pendidikan 75 20
- Resiko Phisik 50 10
- Tanggung Jawab 75 25
- Pengalaman 75 25
- Pembuatan Keputusan 75 20
5. Melaksanakan Analisis Jabatan
Analisis Jabatan dilakukan dengan lebih terarah atau fokus karena jelas tujuan serta Compensable Factors apa saja yang sudah dipilih dan disetujui untuk dilakukan analisis.
6. Pelaksanaan Evaluasi Jabatan
Seteleh semua informasi diperoleh, yaitu berupa kumpulan Job Desc dari setiap Jabatan serta berbagai informasi tentang kondisi nyata setiap faktor dalam setiap jabatan. Setelah itu, akan dilakukan evaluasi jabatan oleh semua anggota team dan diberikan nilai/point/skor pada setiap jabatan.
7. Penyusunan Job Grading dari hasil Penilaian Jabatan.
Setelah didapat skor pada setiap jabatan, maka langkah selanjutnya adalah membuat pengelompokan atau grading pada setiap jabatan.
Hal yang penting dalam langkah ini adalah menentukan berapa jumlah grade atau kelas, biasanya disebut dengan Job Grade atau Job Class. Penentuannya bisa memakai jumlah grade yang lama atau menyusun/menentukan jumlah grade yang baru. Dalam setiap Grade, maka jabatan jabatan yang mempunyai point (range point) yang sama akan mempunyai grade (golongan) yang sama pula.
Contoh :
Job Class Point
1 50 - 100
2 101 - 151
3 152 - 202
4 203 - 253
5 254 - 304
Surabaya, 23 Nop 2010
Selasa, 23 November 2010
Senin, 22 November 2010
METODE JOB EVALUATION - Bagian 1 (Metode Non Analitis/Kualitatif)
Kali ini akan dihahas tentang beberapa cara atau methode yang biasa digunakan dalam menjalankan Job Evaluation (Evaluasi Pekerjaan/Jabatan).
Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam menjalankan Evaluai Jabatan, yaitu secara analitis (kuantitatif) dan non analitis (kualitatif). Diperusahaan-perusahaan yang sistem compensation & benefitnya relatif sudah maju, biasa menggunakan metode analtis (kuantitatif).
Berikut adalah beberapa metode yang termasuk dalam non analitis atau kualitiatif :
1. Berdasar Stuktur Organisasi/Hirarki
Tekhnik yang paling sederhana untuk menetapkan Job Grading atas dasar value dari masing-masing job adalah dengan berdasarkan Hirarki atau Stuktur Organisasi dalam perusahaan. Sebagai contoh adalah apabila Presiden Direktur merupakan jabatan yang paling tiinggi dalam perusahaan, maka Jabatan Pres Dir digunakan sebagai peringkat tertinggi. Contoh seperti dibawah ini :
Peringkat Jabatan
1 Direksi (jajaran direktur)
2 Kepala Divisi
3 Kepala Departmen
4 Kepala Seksi
5 Kepala Regu
6 Pelaksana
Asumsi dalam penentuan bobot atau nilai jabatan dengan metode ini adalah posisi sebuah jabatan dalam struktur organisasi secara otomatis menentukan nilai (value) dari sebuah jabatan.
2. Metode Forced Ranking
Metode Forced Ranking dikenal juga dengan metode konsensus karena grade atau peringkat jabatan dalam organisasi dibuat berdasarkan konsesus.
Langkah langkah dalam membuat metode ini adalah sebagai berikut :
1. Manajemen membuat team kecil yang diketuai top mamajemen dengan anggota para senior manager dan difasilitasi oleh Manager SDM;
2. Bagian SDM akan menyiapkan daftar jabatan yang berisi seluruh jenis jabatan yang ada dalam organisasi, ditambah dengan keterangan singkat tentang aktifitas utama dari setiap jabatan atau juga dapat ditambahkan keterangan tentang jumlah pemegang jabatan; Daftar jabatan tersebut bersifat acak, artinya urutan dalam daftar tidak menunjukan grade atau peringkat jabatan;
3. Team kecil yang sudah dibuat menyepakati berapa jumlah grade atau peringkat jabatan dalam organisasi;
4. Team kecil berunding untuk menentukan jabatan-jabatan mana saja yang masuk dalam setiap grade atau peringkat jabatan yang sudah ditentukan sebelumnya;
Berikut adalah contohnya :
Daftar jabatan :
Direksi (menngeluarkan kebijakan dan memonitor kinerja perusahaan, terdiri dari 3 orang), Manager (mengelola organisasi sesuai dengan tingkatan tanggung jawabnya, 15 orang), Staf senior (tenaga ahli oiperasional, 80 orang), Supervisor (menjalankan tekhnis operasional dan sebagai mentor staf, 35 orang), Driver (bertanggung jawab pada operasional kendaraan perusahaan, 9 orang), staf (tenaga operasional dan administrasi, 120 orang), dll.
Job Grade Jabatan
1 Direksi
2 Manager
3 Supervisor dan Staf Senior
4 Staf, Administrasi, dan Operator Telepon/Resepsionis
5 Driver dan Security
6 OB, Cleaning Service, Helper.
3. Metode Job Clasification
Metode Job Clasification merupakan perbaikan dari metode metode Konsesus. Disebut perbaikkan atau lebih baik karena dalam metode Job Clasification sudah diberikan paparan pada jabatan (kriteria) yang akan diperingkatkan. Prosedur-nya secara singkat sebagai berikut :
1. Dibentuk team kecil sebagaimana metode forced ranking;
2. Bagian SDM akan memberikan daftar jabatan. Dalam daftar jabatan tersebut dilengkapi paparan yang berifat narasi pada setiap jabatan yang berisi diantaranya tentang tugas-tugas jabatan, tingkat kesulitan, maupun kualifikasi dari pemegang jabatan;
3. Team akan membuat peringkat/grade jabatan;
4. Team akan memasukkan jabatan-jabatan dalam daftar jabatan pada setiap peringkat/grade yang sesuai.
4. Factor Comparison
Langkah langkah-nya sbb :
1. Sebagaimana metode terdahulu, tetap dibuat team penentu grading;
2. Ditentukan faktor-faktor yang akan menjadi penentu nilai/value dari semua jabatan. Contoh faktor-faktor tersebut misalnya : Resiko Pekrjaan, Pendidikan, Pengalaman, Tanggung Jawab.
3. Tentukan Jumlah Kelas Jabatan (Job Grade)
3. Disusun peringkat untuk setiap faktor, misal dari 1 (terendah) sampai 9 (tertinggi)
4. Team memberikan Nilai pada setiap jabatan untuk setiap faktor yang sudah ditentukan.
5. Kemudian pada setiap jabatan dijumlahkan angka yang diperoleh dari semua faktor
6. Masukan Jabatan-jabatan tersebut pada masing-masing kelas/grade sesuai dengan jumlah angka/point yang diperoleh.
Surabaya, 22 Nop 2010
Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam menjalankan Evaluai Jabatan, yaitu secara analitis (kuantitatif) dan non analitis (kualitatif). Diperusahaan-perusahaan yang sistem compensation & benefitnya relatif sudah maju, biasa menggunakan metode analtis (kuantitatif).
Berikut adalah beberapa metode yang termasuk dalam non analitis atau kualitiatif :
- Berdasar Struktur Organisasi;
- Metode Forced Ranking;
- Metode Job Classification;
- Metode Factors Comparison.
1. Berdasar Stuktur Organisasi/Hirarki
Tekhnik yang paling sederhana untuk menetapkan Job Grading atas dasar value dari masing-masing job adalah dengan berdasarkan Hirarki atau Stuktur Organisasi dalam perusahaan. Sebagai contoh adalah apabila Presiden Direktur merupakan jabatan yang paling tiinggi dalam perusahaan, maka Jabatan Pres Dir digunakan sebagai peringkat tertinggi. Contoh seperti dibawah ini :
Peringkat Jabatan
1 Direksi (jajaran direktur)
2 Kepala Divisi
3 Kepala Departmen
4 Kepala Seksi
5 Kepala Regu
6 Pelaksana
Asumsi dalam penentuan bobot atau nilai jabatan dengan metode ini adalah posisi sebuah jabatan dalam struktur organisasi secara otomatis menentukan nilai (value) dari sebuah jabatan.
2. Metode Forced Ranking
Metode Forced Ranking dikenal juga dengan metode konsensus karena grade atau peringkat jabatan dalam organisasi dibuat berdasarkan konsesus.
Langkah langkah dalam membuat metode ini adalah sebagai berikut :
1. Manajemen membuat team kecil yang diketuai top mamajemen dengan anggota para senior manager dan difasilitasi oleh Manager SDM;
2. Bagian SDM akan menyiapkan daftar jabatan yang berisi seluruh jenis jabatan yang ada dalam organisasi, ditambah dengan keterangan singkat tentang aktifitas utama dari setiap jabatan atau juga dapat ditambahkan keterangan tentang jumlah pemegang jabatan; Daftar jabatan tersebut bersifat acak, artinya urutan dalam daftar tidak menunjukan grade atau peringkat jabatan;
3. Team kecil yang sudah dibuat menyepakati berapa jumlah grade atau peringkat jabatan dalam organisasi;
4. Team kecil berunding untuk menentukan jabatan-jabatan mana saja yang masuk dalam setiap grade atau peringkat jabatan yang sudah ditentukan sebelumnya;
Berikut adalah contohnya :
Daftar jabatan :
Direksi (menngeluarkan kebijakan dan memonitor kinerja perusahaan, terdiri dari 3 orang), Manager (mengelola organisasi sesuai dengan tingkatan tanggung jawabnya, 15 orang), Staf senior (tenaga ahli oiperasional, 80 orang), Supervisor (menjalankan tekhnis operasional dan sebagai mentor staf, 35 orang), Driver (bertanggung jawab pada operasional kendaraan perusahaan, 9 orang), staf (tenaga operasional dan administrasi, 120 orang), dll.
Job Grade Jabatan
1 Direksi
2 Manager
3 Supervisor dan Staf Senior
4 Staf, Administrasi, dan Operator Telepon/Resepsionis
5 Driver dan Security
6 OB, Cleaning Service, Helper.
3. Metode Job Clasification
Metode Job Clasification merupakan perbaikan dari metode metode Konsesus. Disebut perbaikkan atau lebih baik karena dalam metode Job Clasification sudah diberikan paparan pada jabatan (kriteria) yang akan diperingkatkan. Prosedur-nya secara singkat sebagai berikut :
1. Dibentuk team kecil sebagaimana metode forced ranking;
2. Bagian SDM akan memberikan daftar jabatan. Dalam daftar jabatan tersebut dilengkapi paparan yang berifat narasi pada setiap jabatan yang berisi diantaranya tentang tugas-tugas jabatan, tingkat kesulitan, maupun kualifikasi dari pemegang jabatan;
3. Team akan membuat peringkat/grade jabatan;
4. Team akan memasukkan jabatan-jabatan dalam daftar jabatan pada setiap peringkat/grade yang sesuai.
4. Factor Comparison
Langkah langkah-nya sbb :
1. Sebagaimana metode terdahulu, tetap dibuat team penentu grading;
2. Ditentukan faktor-faktor yang akan menjadi penentu nilai/value dari semua jabatan. Contoh faktor-faktor tersebut misalnya : Resiko Pekrjaan, Pendidikan, Pengalaman, Tanggung Jawab.
3. Tentukan Jumlah Kelas Jabatan (Job Grade)
3. Disusun peringkat untuk setiap faktor, misal dari 1 (terendah) sampai 9 (tertinggi)
4. Team memberikan Nilai pada setiap jabatan untuk setiap faktor yang sudah ditentukan.
5. Kemudian pada setiap jabatan dijumlahkan angka yang diperoleh dari semua faktor
6. Masukan Jabatan-jabatan tersebut pada masing-masing kelas/grade sesuai dengan jumlah angka/point yang diperoleh.
Surabaya, 22 Nop 2010
Jumat, 19 November 2010
Key Performance Indicator (KPI)
KPI
Penggunaan KPI saat ini sudah menjadi keharusan dibanyak perusahaan dan menjadi sebuah kesadaran baru untuk mulai melakukan pengukuran terhadap perencanaan strategis yang sudah ditetapkan. Tetapi dalam prakteknya pemahaman tentang KPI sangat memprihatikan.
Dampak dari ketidak pahaman tentang KPI memnyebabkan tidak berfungsinya alat pengukuran ini untuk membantu management dalam melakukan monitoring, controlling dan evaluasi ketercapaian sasaran yang sudah ditetapkan. KPI tidak lebih hanya dianggap sebagai "trend" semata, mirip dengan trend-2 busana yang digandrungi para remaja putri.
FUNGSI KPI
Key Performance Indicator, adalah sebuah indikator yang menunjukkan kinerja (performance) sebuah organisasi atau bagian dari organisasi termasuk kinerja seorang job holder. Fungsi dari KPI menjadi sebuah alat ukur (measure tool) yang tentu saja jenis atau bentuknya disesuaikan dengan "hal" yang diukur.
Sebagai contoh sederhana bentuk KPI adalah sebagai berikut :
- Hal yang akan diukur : Suhu Badan, maka alat ukur (KPI)-nya adalah Termometer
- Hal yang akan diukur : Berat Badan, maka alat ukur (KPI)-nya adalah Timbangan Badan
Dalam strategic management, maka yang menjadi subyek untuk diukur adalah strategy (korporat) atau dalam bentuk strategic objectives atau sasaran strategis (divisional, sbu, atau dept. level). Dalam Quality Management System (ISO), subyek yang akan diukur namanya adalah Quality Objectives atau sasaran mutu.
Bahkan salah satu ketidak mampuan ISO membawa perubahan dalam sebuah organisasi (menurut saya) adalah karena ketidak pahaman dalam penentuan mana yang menjadi SASARAN dan mana yang menjadi KPI berikut target-nya.
BEBERAPA JENIS KPI
Beberapa jenis KPI yang familiar atau biasa digunakan dalam dunia praktis adalah sebagai berikut :
- KPI EKSAK. KPI Eksak adalah KPI yang sangat dekat derajat kebenarannya dalam mengindikasikan kinerja dari Sasaran yang diukur. Dalam bahasa yang gampang, KPI Eksak adalah KPI yang paling bagus karena hampir pasti hasil valid alias dapat dipertanggung jawabkan. Kelemahan dari KPI eksak adalah selain karena memakan banyak waktu, juga memerlukan biaya yang cukup tinggi (walaupun tidak semua). Salah satu contoh jenis KPI eksak misalnya Sasaran-nya adalah Peningkatan Kepuasan Pelanggan maka KPISurvey Kepuasan Pelanggan.
- KPI PROKSI. KPI jenis ini banyak sekali digunakan karena selain simple, tidak memakan banyak waktu dan biaya tetapi derajad keberannya lebih rendah dari KPI Eksak. Agar KPI Proksi poweful, maka jangan hanya menggunakan satu KPI Proksi saja untuk mengukur sebuah sasaran, tetapi gunakan KPI Proksi yang lain sebagai pengukuran dalam perspektif yang lain. Contoh KPI Proksi adalah untuk mengukur sasaran "Meningkatkan Kepuasan Pelanggan", maka beberapa KPI Proksi-nya adalah "Jumlah Retain Customer, Jumlah Customer Complain, Jumlah Retur, dll"
- KPI AKTIFITAS. Nama-nya saja aktifitas, maka KPI ini hanya mengukur hal-2 dari sebuah aktifitas atau kegiatan yang berdampak Sasaran, seperti waktu, jumlah, atau biayanya. Contoh KPI ini adalah : "Jumlah Kunjungan ke Customer, Jumlah Gathering, Jumlah Call, dll"
- Selain itu KPI juga dibedakan atas KPI Hasil (lagging) dan KPI Proses (leading). KPI Hasil adalah KPI yang mengukur hasil, seperti New Customer, Percentage Retain Customer, Competency Index, sedangkan KPI Proses adalah KPI yang lebih berorientasi dari proses, seperti #Visit to Customer, #Gathering, #Training Hour,
Beberapa tips berikut cukup berguna untuk implementasi KPI :
- Sesuaikan antara Sasaran dengan alat ukurnya (KPI)
- Gunakan KPI secara seimbang dalam mengukur setiap Sasaran, yaitu KPI Hasil dan KPI Proses, sehingga setiap hasil yang berhasil dicapai akan dapat ditelusuri merupakan akibat dari sebuah proses yang dilakukan sebelumnya. Bila tidak dapat dilakukan (karena jenis Sasaran), maka minimal harus mengukur KPI Hasil;
- Jumlah KPI jangan terlalu banyak dalam mengukur setiap. Perbandingan Jumlah Sasaran dengan Jumlah KPI adalah berkisar 1 : 1,5. Artinya bila terdapat 8 Sasaran, maka usahakan Jumlah keseluruhan KPI tidak lebih dari 12 KPI.
Dengan memahami Fungsi KPI sekaligus berbagai macam-nya, maka management akan mampu memfungsikan KPI secara optimal disesuaikan dengan Sasaran dan jenis KPI yang tepat untuk melakukan pengukuran.
Surabaya, 19 Nopember 2010
Kamis, 18 November 2010
Membuat Strategic Objectives (SO)
Kita mungkin lebih mengenal KPI (key performance indicators) daripada Objectives (Strategic Objectives) atau sasaran strategis. Tetapi sangat tidak dianjurkan untuk membuat KPI walaupun bersifat generic (umum) tanpa menentukan objectives-nya terlebih dahulu.
Objectives atau Sasaran adalah merupakan tujuan, yang lebih berorientasi untuk jangka waktu tertentu yang relatif pendek (biasanya bulanan, triwulan, empat bulanan/quarterly, enam bulanan/semesterly, atau tahunan/yearly). Jadi sasaran merupakan tujuan yang akan dicapai sebuah organisasi/perusahaan/division/department, dll. dalam jangka waktu tertentu yang relatif pendek.
Membuat KPI tanpa tahu Objectives-nya sama halnya dengan membuat atau menyiapkan alat ukur tetapi tidak mengetahui apa yang hendak di-ukur. Dapat dibayangkan alangkah pentingnya mengetahui dengan pasti apa yang hendak di-ukur sebelum mengukurnya. Bagaimana bila tidak melewati tahap ini ? Maka organisasi hanya akan disibukan dengan berbagai macam pengukuran tanpa mengetahui tujuan akhirnya tercapai atau tidak. Tanpa mengetahui tingkat ketercapaian tujuan, maka organisasi ibaratnya hanya menjalankan serangkaian aktifitas yang tidak memberi nilai tambah (added value) dan tidak terintegrasi dengan ketercapaian tujuan organisasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Strategic Objectives :
1. Strategic Objectives di Divisi atau Dept., harus merupakan bagian dari Strategy Korporat;
2. Strategic Objectives haruslah merupakan turunan dari misi dan visi Div./Dept., serta harapan dari stakeholder;
Mengapa SO harus merupakan bagian dari strategy korporat, hal ini karena harus ada keterkaitan yang jelas antara strategy di level korporat yang berfungsi untuk mencapai visi korporat dengan visi div./dept. yang akan dicapai lewat penentuan SO pada div./dept. Effort yang dilakukan oleh div./dept. harus berkontribusi pada kesuksesan strategy dilevel korporat.
SO juga harus memperhatikan misi div./dept. terkait dengan alasan utama dari fungsi atau keberadaan div./dept. tersebut dalam perusahaan. Selain itu juga harus diperhatikan (secara prioritas), apa saja yang menjadi harapan dari stakeholder dari div./dept. sebagai kontribusi utama yang menjadi concern dari customer atau voice of customer.
SMART
Akronim yang paling sering digunakan dalam proses penyusunan SO adalah SMART, yang berikut ini secara singkat dan sederhana akan dibahas :
Specific, artinya khusus atau terarah atau fokus pada hal tertentu. SO haruslah fokus pada kontribusi peran suatu div./dept. dalam perusahaan. Misalnya : Meningkatkan kompetensi karyawan, Memperbaiki kondisi kerja (Div. HR), Meningkatkan Brand Awareness (Marketing), Meningkatkan Number of Calls, Menambah Area Distribusi (sales), dll.
Measurable, artinya dapat di-ukur. SO yang baik haruslah dapat diidentifikasi tingkat ketercapaiannya dan untuk dapat di-identifikasi, maka harus dapat diukur lewat KPI dan target yang ditetapkan.
Achievable, artinya dapat dicapai. Membuat SO yang tidak mungkin dicapai hanya akan menimbulkan demotivasi bagi karyawan pd suatu div./dept.
Result oriented, artinya berfokus pada hasil atau hasil yang dicapai merupakan perhatian utama dari sebuah SO. Tanpa ada hasil, maka SO tidak akan memenuhi fungsi-nya.
Time-bound, artinya terkait dengan satu kurun waktu tertentu. SO harus-lah diukur ketercapaiannya dalam kurun waktu yang sudah ditentukan.
Berikut ini akan disajikan beberapa contoh SO dalam bentuk Peta Strategy :
Dept. SDM
Dept. Finance
Selasa, 16 November 2010
HR Planning (3)
LABOUR TURNOVER ANALYSIS
adalah analisis tentang jumlah sdm yang meninggalkan perusahaan, dimana data dari analisis ini memanfaatkan dari Supply Forecasting sehingga dari sana dapat disimpulkan berapa jumlah sdm yang harus dibutuhkan oleh perusahaan.
Berikut ini akan saya berikan beberapa metode pengukuran pada turnover analysis :
rata-rata jumlah sdm dalam periode yang sama
2. Survival rate
3. Stability Index
Jumlah sdm dengan masa kerja minimal 1 tahun x 100
Jumlah sdm keseluruhan setahun yang lalu
4. Length of Service Analysis
Figure-nya sbb :
adalah analisis tentang jumlah sdm yang meninggalkan perusahaan, dimana data dari analisis ini memanfaatkan dari Supply Forecasting sehingga dari sana dapat disimpulkan berapa jumlah sdm yang harus dibutuhkan oleh perusahaan.
Berikut ini akan saya berikan beberapa metode pengukuran pada turnover analysis :
- The Labour Turnover Index
rata-rata jumlah sdm dalam periode yang sama
2. Survival rate
3. Stability Index
Jumlah sdm dengan masa kerja minimal 1 tahun x 100
Jumlah sdm keseluruhan setahun yang lalu
4. Length of Service Analysis
Figure-nya sbb :
HR Planning (2)
SUPPLY FORECASTING (SF)
Amstrong menyatakan pendapatnya tentang SF sbb :"Supply forecasting measures the number of people likely to be available from within and outside the organization, having allowed for attrition (labour wastage and retirements), absenteeism, internal movements and promotions, and changes in hours and other conditions of work.
Forecasting ini berdasar atas :
1.
2.
Amstrong menyatakan pendapatnya tentang SF sbb :"Supply forecasting measures the number of people likely to be available from within and outside the organization, having allowed for attrition (labour wastage and retirements), absenteeism, internal movements and promotions, and changes in hours and other conditions of work.
Forecasting ini berdasar atas :
- analisis ketersediaan sdm dalam perusahaan terkait dengan jumlah pekerjaan atau jabatan, ketrampilan yang dimiliki, maupun potensinya;
- perkiraan tentang pengurangan sdm yang ada;
- perkiraan tentang perubahan status karyawan lewat promosi sebagai contoh;
- sumber-2 supply sdm baik yang berasal dari internal maupun external perusahaan.
- Staffing Tables
- Skills Inventories
- Replacement Charts
- Succession Planning
- Markov Analysis
1.
2.
Senin, 15 November 2010
HR Planning (1)
HR Planning adalah proses perencanaan yang memastikan jumlah sumber daya manusia yang diperlukan oleh organisasi/perusahaan untuk mencapai tujuan strategis-nya. Jumlah sumber daya manusia disini meliputi tidak saja dari sisi jumlah tetapi juga dari sisi kualitas. Yang perlu diperhatikan juga, adalah adanya kesesuaian antara perencanaan (planning) yang ada pada Department HR dengan perencanaan bisnis (Business Planning) dari perusahaan.
HR Planning modern harus memperhatikan dan menyesuaikan serta merupakan bagian dari Business Planning. Dalam proses perencanaan strategis (strategic plannning), dipertimbangkan segala hal yang berkaitan dengan posisi dan kondisi organisasi/perusahaan dalam bisnis yang menjadi bidangnya, baik itu secara internal, berupa kekuatan maupun kelemahan perusahaan, maupun external, berupa peluang dan berbagai ancaman pada perusahaan. Analisis ini akan mempengaruhi strategi yang dipilih perusahaan untuk mencapai tujuan atau visi-nya. Dalam menerapkan strategi tersebut tentunya diperlukan sumber daya-sumber daya, salah satunya yang terpenting adalah sumber daya manusia, dengan kualifikasi dan kuantitas yang diperkirakan mampu mencapai tujuan yang sudah ditetapkan perusahaan. Disanalah peran penting perlu adanya HR Planning.
Dalam perkembangannya, HR Planning tidak hanya berbicara tentang berapa jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh organisasi tetapi juga tentang bagaimana sumber daya manusia tersebut terkait dengan ketrampilannya, pengembangannya, sekaligus penempatannya.
PROSES HR PLANNING
Proses HR Planning sebagaimana yang dituliskan oleh Michael Amstrong dalam bukunya Handbook of Human Resource Management Practicess adalah sbb :
Demand Forecasting adalah proses estimasi jumlah sumberdaya manusia yang dibutuhkan untuk keperluan mendatang berikut skill dan kompetensi yang dipersyaratkan. Dasar yang ideal dalam proses forecasting ini adalah budget tahunan atau business plan. Bila di-pabrikan, maka dapat dilihat pada sales budget yang kemudian diturunkan dalam bentuk berapa jumlah dan jenis barang yang akan diproduksi dengan jumlah manpower serta keahlian yang dibutuhkan. Beberapa Demand Forecasting akan dipaparkan berikut ini :
MANAGERIAL or EXPERT JUDGEMENT
Metode ini relatif sederhana, yaitu atasan (manager) atau ahli disuatu bidang pekerjaan, duduk bersama untuk mendiskusikan workload dimasa mendatang dan mulai memperkirakan jumlah kebutuhan manpower-nya.
RATIO TREND ANALYSIS
WORK STUDY TECHNIQUES
Tekhnik ini dapat digunakankan bila memungkinkan untuk mengukur berapa lama sebuah project diselesaikan dan berapa jumlah manpower yang diperlukan untuk itu. Tekhnik ini dapat dikombinasikan dengan Trend Ratio Analysis.
bersambung........
HR Planning modern harus memperhatikan dan menyesuaikan serta merupakan bagian dari Business Planning. Dalam proses perencanaan strategis (strategic plannning), dipertimbangkan segala hal yang berkaitan dengan posisi dan kondisi organisasi/perusahaan dalam bisnis yang menjadi bidangnya, baik itu secara internal, berupa kekuatan maupun kelemahan perusahaan, maupun external, berupa peluang dan berbagai ancaman pada perusahaan. Analisis ini akan mempengaruhi strategi yang dipilih perusahaan untuk mencapai tujuan atau visi-nya. Dalam menerapkan strategi tersebut tentunya diperlukan sumber daya-sumber daya, salah satunya yang terpenting adalah sumber daya manusia, dengan kualifikasi dan kuantitas yang diperkirakan mampu mencapai tujuan yang sudah ditetapkan perusahaan. Disanalah peran penting perlu adanya HR Planning.
Dalam perkembangannya, HR Planning tidak hanya berbicara tentang berapa jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh organisasi tetapi juga tentang bagaimana sumber daya manusia tersebut terkait dengan ketrampilannya, pengembangannya, sekaligus penempatannya.
PROSES HR PLANNING
Proses HR Planning sebagaimana yang dituliskan oleh Michael Amstrong dalam bukunya Handbook of Human Resource Management Practicess adalah sbb :
- Business strategic plans: defining future activity levels and initiatives demanding new skills.
- Resourcing strategy: planning to achieve competitive advantage by developing intellectual capital – employing more capable people than rivals, ensuring that they develop organization specific knowledge and skills, and taking steps to become an ‘employer of choice’.
- Scenario planning: assessing in broad terms where the organization is going in its environment and the implications for human resource requirements.
- Demand/supply forecasting: estimating the future demand for people (numbers and skills), and assessing the number of people likely to be available from within and outside the organization.
- Labour turnover analysis: analysing actual labour turnover figures and trends as an input to supply forecasts.
- Work environment analysis: analysing the environment in which people work in terms of the scope it provides for them to use and develop their skills and achieve job satisfaction.
- Operational effectiveness analysis: analysing productivity, the utilization of people and the scope for increasing flexibility to respond to new and changing demands.
Demand Forecasting adalah proses estimasi jumlah sumberdaya manusia yang dibutuhkan untuk keperluan mendatang berikut skill dan kompetensi yang dipersyaratkan. Dasar yang ideal dalam proses forecasting ini adalah budget tahunan atau business plan. Bila di-pabrikan, maka dapat dilihat pada sales budget yang kemudian diturunkan dalam bentuk berapa jumlah dan jenis barang yang akan diproduksi dengan jumlah manpower serta keahlian yang dibutuhkan. Beberapa Demand Forecasting akan dipaparkan berikut ini :
MANAGERIAL or EXPERT JUDGEMENT
Metode ini relatif sederhana, yaitu atasan (manager) atau ahli disuatu bidang pekerjaan, duduk bersama untuk mendiskusikan workload dimasa mendatang dan mulai memperkirakan jumlah kebutuhan manpower-nya.
RATIO TREND ANALYSIS
WORK STUDY TECHNIQUES
Tekhnik ini dapat digunakankan bila memungkinkan untuk mengukur berapa lama sebuah project diselesaikan dan berapa jumlah manpower yang diperlukan untuk itu. Tekhnik ini dapat dikombinasikan dengan Trend Ratio Analysis.
bersambung........
Sabtu, 13 November 2010
Struktur dan Skala Upah (Lampiran Kepmenaker No 49 tahun 2004)
Dalam proses Job Evaluation, akan didapatkan value (nilai) dari masing-masing jabatan dibandingkan dengan jabatan lain dalam perusahaan. Nilai atau poin dari setiap jabatan tersebut kemudian di-kelompokan sesuai dengan jumlah kelompok (band) yang sudah ditentukan oleh management. Jabatan yang masuk dalam kelompok (mempunyai bobot) yang sama, akan mempunyai kisaran (rentang) salary yang sama.
Menurut saya pribadi, pemerintah sebenarnya mempunyai perhatian yang cukup bagus tentang struktur dan skala upah ini, terbukti dengan diterbitkannya Kepmenaker No 49 Tahun 2004 tentang ketentuan struktur dan skala upah. Sayang sekali dalam perkembangan, sekali lagi muncul eksklusifitas, yaitu keputusan menteri ini cukup bagus, tetapi yang dapat dijadikan dasar untuk membangun struktur dan skala upah justru terletak pada lampirannya, dan sayang sekali lampiran tersebut seperti hilang ditelah bumi. Buku-buku peraturan perundangan-undangan dibidang ketenagakerjaan tidak lagi melampirkan, cuma keputusan menterinya saja.
Dalam visi mempercepat penyebaran ilmu terkait penyusunan stuktur dan skala upah inilah berikut saya lampirkan lampiran kepmenaker no 49 tahun 2004 yang sekarang cukup langka itu, bantu sebarkan dan semoga bermanfaat :
http://www.ziddu.com/download/12514284/LAMPKEPMEN_49.pdf.html
Menurut saya pribadi, pemerintah sebenarnya mempunyai perhatian yang cukup bagus tentang struktur dan skala upah ini, terbukti dengan diterbitkannya Kepmenaker No 49 Tahun 2004 tentang ketentuan struktur dan skala upah. Sayang sekali dalam perkembangan, sekali lagi muncul eksklusifitas, yaitu keputusan menteri ini cukup bagus, tetapi yang dapat dijadikan dasar untuk membangun struktur dan skala upah justru terletak pada lampirannya, dan sayang sekali lampiran tersebut seperti hilang ditelah bumi. Buku-buku peraturan perundangan-undangan dibidang ketenagakerjaan tidak lagi melampirkan, cuma keputusan menterinya saja.
Dalam visi mempercepat penyebaran ilmu terkait penyusunan stuktur dan skala upah inilah berikut saya lampirkan lampiran kepmenaker no 49 tahun 2004 yang sekarang cukup langka itu, bantu sebarkan dan semoga bermanfaat :
http://www.ziddu.com/download/12514284/LAMPKEPMEN_49.pdf.html
Job Evaluation : Processes & Procedures
Sahabat, dibawah ini adalah salah satu proses dan prosedur dari Job Evaluasi yang sudah diterapkan disalah satu perguruan tinggi, tentu saja bukan di-Indonesia, silahkan dibaca (setelah melalui sedikit edit tentunya) sebagai sarana pembelajaran :
JOB EVALUATION: PROCESSES AND PROCEDURES
1. INTRODUCTION
1.1. The purpose of this document is to lay down the guidelines, processes and procedures to be followed during job evaluations sessions.
1.2. This document should not be treated as a manual but merely as a guide to the job evaluation process and will be subject to review from time to time.
2. OBJECTIVES/PURPOSES OF JOB EVALUATION
2.1 Primary Aim
Job evaluation determines (measures) the “intrinsic” worth of jobs, based on systematic assessment of the degree of complexity of job content and requirements, and to do this independently of any pre-conceived standards of remuneration and without regard to the qualities and performance of the actual incumbents who perform the jobs.
2.2. Secondary Aim
2.1.1. Job evaluation relates jobs to each other in terms of their intrinsic worth, and hence to determine relative complexities of different jobs and a rational job structure within an organisation.
2.1.2. Job evaluation provides a rational basis for equitable remuneration (pay and benefits) within an organisation, so that defensible rates of remuneration may be assigned to jobs themselves and to the individuals who perform these jobs (equal pay for equal value of the jobs).
3. HOW DOES JOB EVALUATION WORK
3.1. Job evaluation examines the contents and requirements of jobs and measures these according to a standard procedure: This result in job grades, scores, levels or ratings whereby jobs can be compared with other jobs.
3.2. Main elements of job evaluation:
JOB ANALYSIS
JOB DESCRIPTION / PROFILE PERSON SPECIFICATION
JOB EVALUATION
PAY STRUCTURING
CONSIDERATION/
APPROVAL
• Internal
•External
4. IMPORTANCE OF JOB EVALUATION
4.1. It instils a useful discipline in formulating a job structure.
4.2. The contents, requirements of jobs and limits of discretion in respect of jobs can be formally ascertained to the satisfaction of all employees. (e.g. management, incumbents and other employees/stakeholders).
4.3. The process and results of job evaluation provide useful aids in:
• Recruitment and selection.
• Establishment of training needs.
• Training of individual employees.
• Performance appraisals.
• Career planning and development.
• Human capital planning.
• Organisational development.
• Job structuring.
• Collective bargaining, etc.
4.4. It is totally compatible with the concept of “paying the rate for the job”.
4.5. Job evaluation provides:
4.5.1. for re-structuring of jobs and job relationships where anomalies in these may occur.
4.5.2 a comparison of internal rates of remuneration within the market.
4.5.3 an objective basis for collective bargaining in determining rates of pay and benefits.
4.5.4 a basis for the development and maintenance of a certified remuneration scale within an organisation.
4.6. It will indicate whether a “wage gap” or any other anomalies exist.
5. PRINCIPLES OF JOB EVALUATION
5.1. Always examine the job itself, and not the person.
5.2. The Job Analyst should always assume proper and competent performance.
5.3. Evaluate the job “as is”, not with regard to ideas or future projections.
5.4. Allow for examples of “typical incidents” (examples of activities or circumstances that actually occur).
5.5. Do not use or allow unsatisfactory or unclear job descriptions.
5.6. There must always be at least one person during the evaluation session who can fully represent the job.
5.7. Unlikely events in the normal performance of the job must be disregarded (NB. “If it were to happen, then . . . “).
5.8 An agreement must be reached on the job content by the job incumbent(s), immediate supervisor and by Management – the job description should at all times be signed and dated.
5.9 It is always assumed that the job incumbent(s) have all the necessary personal attributes for “acceptability” in the job.
5.10 Never confuse the content requirements of the job with the personal attributes or merits of the job incumbent(s).
6. SUCCESS OF THE SYSTEM DEPENDS ON
6.1. Management and employee support and transparency during the process.
6.2. Clear procedure.
6.3. Clear definitions.
6.4. Written records.
6.5. Ownership by line manager.
6.6. Clear explanation of the links between the job description, the grade and the applicable remuneration.
6.7. Control of re-evaluations – clear procedures.
6.8. Stakeholder involvement e.g. union representatives, employees, etc.
7. PURPOSE OF JOB DESCRIPTIONS
7.1. Peromnes evaluate jobs from accurate, up-to-date written job descriptions, ideally supplemented by interviews with incumbents and/or their superiors.
7.2. No special format is required for Peromnes, as long as the job descriptions clearly describe:
• what is done,
• how it is done, and
• why it is done
the job can be evaluated.
8. JOB TITLES, JOB CONTENT AND SKILLS REQUIREMENTS
8.1. Job Title
A job title is not an indication of the complexity of a specific job, it is only a basic indication of its functional classification.
8.2. Job Content
This indicates the different tasks that are performed in the job. It reflects the expectations that the organisation has of the job incumbent regarding the achievement of organisational objectives.
8.3. Skills Requirements (Technical competencies)
Minimum skill requirements needed to competently perform the job activities. These skills can be acquired through specific education/training/experience or any combination thereof which should be included in the job description.
9. PRINCIPLES UNDERLYING THE CHOICE OF JOB EVALUATION FACTORS
9.1. Job evaluation factors must:
• be intrinsic to jobs,
• not measure aspects outside the job,
• be applicable to all jobs in terms of:
- function and
- level in organisation.
9.2. Certain aspects of jobs do not necessarily contribute to the intrinsic complexity of jobs, e.g.
• Size of applicable budget.
• Volume of business/work.
• Value of equipment used.
• Working (environmental) conditions.
9.3. Allowances may be paid for extrinsic aspects/circumstances.
11. Deleted
11. Deleted
12. CRITERIA FOR CHOOSING JOB EVALUATION SYSTEM
12.1. Credibility
• The large numbers and types of organisations using it successfully.
• The acceptability of Job Eva System to all stakeholders.
12.2. Applicability
• To all types of jobs;
• To all levels of jobs;
• To any kind of organisation.
12.3. Simplicity
• The manual system requires only a rating scale, a score sheet, a pen or pencil.
• No complex calculations.
• No complicated definitions or complex terminology.
12.4. Consistency
• Procedures are standardised.
• Terminology is clearly defined.
• Different evaluators achieve same results.
12.5. Comparability
• Organisation’s grades can be compared with other higher education and other organisations.
12.6. Flexibility
• The system is flexible in that the results can be applied to an organisation’s specific needs.
13. Job Eva SCORES AND GRADES
In this Job Evaluation System we evaluates and scores jobs in terms of either six or eight factors. The factors appear as a standardised rating scale
13.1 Factors
Factor 1: Problem Solving: Evaluates the nature and complexity of the decisions, judgements and recommendations made in the job.
Factor 2: Consequence of Judgements: Evaluates the impact or results of accountable decisions, judgements and recommendations on organisational levels, inside and outside the organisation.
Factor 3: Pressure of Work: Evaluates the amount of pressure in a job in terms of the variety and type of work done and the time available to do it.
Factor 4: Knowledge: Evaluates the level of knowledge required to perform the job competently.
Factor 5: Job Impact: Evaluates the influence or impact that the job has on the activities of parts of the organisation or outside the organisation.
Factor 6: Comprehension: Evaluates the requirement of the job to understand written and spoken communications.
Factor 7: Educational Qualifications: Evaluates the essential minimum educational qualification required to do the job
Factor 8: Further Training / Experience: Evaluates the typical period of further appropriate training and experience required to become competent in the job after obtaining the essential minimum educational qualifications.
13.2. Scores
• Each of the factors is scored out of 35 points in the rating scale. The sum of the scores for the factors give a total score which is converted into a Peromnes or P grade by using the conversion table.
• There are twenty one (21) grades in the Peromnes system, 1++ being the highest grade and 19 being the lowest grade.
• This Job Eva system grades show the rank order of jobs within an organisation and allow jobs to be compared by grade with other jobs both inside and outside the organisation.
14. EVALUATION PROCEDURE of This Job Evaluation system :
14.1. Number each job description for ease of reference.
14.2. Record on the score sheets points for each factor for each job according to the rating scale.
14.3. Add up the total number of points and record it in the TOTAL column.
14.4. Check the factor score and score relationships.
14.5. Convert total points to a job grade.
14.6. Borderline scores and anomalies are examined and grades decided upon, usually by Management and/or HR Department.
15. JOB EVALUATION COMMITTEE
15.1. An evaluation committee should be constituted according to the Job Evaluation Policy and may consist of the following trained members:
• “Core” members – At least one and preferably two members, should be present at all meetings of the committee. One member (the representative of the Department: Human Resources) is the chairperson of the committee.
• “Specialist” members – At least one specialist member should be present (in addition to at least one core member) at every committee session to give expert input regarding the particular job that is being evaluated.
• Other members – The rest of the committee can be made up from suitable, trained job evaluation members from all levels and disciplines within the organisation.
• In addition, there can be:
- “Employee Representatives” who may be either members of the evaluation committee or observers. Employee representatives should be fully trained in the Peromnes Job Evaluation System.
- “Job representatives” whose role is to provide information about the job being evaluated if a specialist member cannot do so. Job representatives need not be trained in job evaluation as they would not usually evaluate the jobs they represent.
16. INTERVIEWING FOR JOB EVALUATION
When the committee interviews jobholders or representatives as part of the evaluation process, it should:
16.1 make them feel comfortable and thank them for their participation,
16.2 ask them to focus on the job and not on the people doing it,
16.3 ask them to focus on the more complex aspects of the job,
16.4 ask for factual answers, examples and critical incidents,
16.5 ask open-ended questions,
16.6 avoid leading questions, and
16.7 curtail firmly, but politely long-winded or irrelevant explanations or opinions.
17. THE Job Eva System APPEAL PROCESS
17.1 Guidelines on Appeals
An appeal process encourages transparency and provides a mechanism for employees to formally object to a grading.
• Appeals should be subject to agreed criteria, e.g.
- An inaccurate job description;
- agreed procedures not followed ( procedural irregularity);
- evidence of discrimination and bias;
- incorrect constituted committee;
- inconsistent results in comparison with similar positions in the organisation.
• Jobs against whose grade has been an appeal are re-examined and re-evaluated;
• Management ratifies the re-evaluated grade.
17.2 Appeal Process
17.2.1 After consideration/approval of the results, they will be forwarded to the initiator.
17.2.2 The Human Resources Department will inform the incumbent (where applicable) in writing.
17.2.3 The incumbent (where applicable) motivates with the necessary substantiation the appeal to the line manager in writing within five (5) working days of receiving the results.
17.2.4 If satisfied with the motivation from the incumbent, the line manager makes a substantiated recommendation within five (5) working days, to Human Resources Department.
17.2.5 After careful analyses of the appeal by Human Resources Department, the line manager will be informed in writing of the outcome of the analysis.
17.2.6 Depending on the outcome of the analysis by Human Resources Department, the job may be re-evaluated or not.
17.2.7 The line manager will be informed by Human Resources Department, in writing of the results of the re-evaluation of the job.
17.2.8 No further appeal may be lodged after the results of the re-evaluation are made known to the line manager and/or incumbent.
17.2.9 Should the employee and/or the line manager insist on an appeal after the results of the re-evaluation, such employee and/or line manager will be responsible for the full costs of such appeal.
Langganan:
Postingan (Atom)